CERPEN DI PERPUS

Cerita kemaren yang membuat saya sulit untuk melupakannya. Cerita ini saya dapatkan ketika ada di Perpustakaan Al-Qolam. Ketika itu ada palayan yang menurut saya sangat cantik. Dia pegawai baru yang menggantikan ibu pegawai yang sudah tua yang menurut saya sudah tidak pantas lagi. Wanita pangganti ini wajahnya masih asing dan tidak pernah kelihatan sepertinya.

“Bak …, apakah di sini ada buku filsafat ilmu?”  saya mencoba bertanya padanya.

Perempuan itu kaget melihati saya. Saya yang berbaju ala gembel dan celana sobek di lutut dia sangka saya maling, mengkin. Matanya melotot melihati saya ketika itu namun saya memandangnya tidak begitu juga. Saya melihati parasnya yang begitu cantik itu. Saya berfikir mungkin perempuan secantik ini baru saya temukan pada kali ini. Dan selama kuliah tidak ada perempuan seperti dia.

“Mungkin di sebelah timur itu, Mas …, coba sampean ke sana,” ujarnya sambil menunjuk.

Melihati tangan yang ditunjukkannya di sebelah mata saya membuat saya geregetan. Tangan yang kuning, berisi, dan  lembut, saya pandangi terus. Tidak sabar dengan tangan yang indah itu saya berusaha menggapainya dengan memegangi tangan itu sambil berkata,

“Ayo, bak …, antarkan saya ketempatnya,” ajak saya sambil memigang tanyannya.

Melihati tangannya saya sentuh, dia merasa geram. Orang-orang yang ada di tempat itu langsung melihati saya. Mereka memperlihatkan wajah-wajah yang geram juga. Melihatinya saya merasa gemetaran dan takut. Tidak terasa tangan wanita itu masih ada di genggaman saya. Melihati pandangan-pandangan itu saya semakin gemetaran dan semakin kuat juga genggam saya pada tangannya.

“MAS…, tolong lepaskan tanganku,” ujarnya sambil memberontak sedikit.

Saya pun berlagak tidak paham maksudnya walaupun terasa ayunan tangan lembutnya itu. Wajah saya pandangkan pada buku-buku yang ada di samping saya.

“MAS …! lepaskan tanganku!” teriyaknya sambil melayangkan tangan satunya pada pipi saya.

Melihati tangan yang sedang meleyang membuat saya tercengang. Tangan yang begitu besarnya beberapa detik lagi akan menempel di pipi, pikir saya. Dengan kekuatan penuh dia lepaskan tangannya itu sembari menggenggam jari-jarinya dengan kuat dan sekarang beberapa senti lagi akan menempel, menghinggap pada pipi saya.

“Dokk,” bunyi itu menghinggap di atas kepala saya.

Saya merasakan sangat sakit sekali. Saya usap perlahan-lahan kepala yang sakit itu dengan mata terpejam. Setelah saya buka ternyata buku setebal Kamus Munawwir telah jatuh di kepala saya yang lagi tidur enak di bawahnya.

Penulis : Khoiruddinalkafa

09183

Tinggalkan komentar